<<--------------Cerita Sebelumnya ------------------->>
Hari itu baru pertama kalinya Jun melihat tubuh wanita telanjang. Walaupun wanita itu hanyalah foto dalam majalah, namun Jun mendapatkan informasi yang baru mengenai lawan jenis. Apalagi, si Harun, anak Pak Lurah yang membawa majalah itu juga menambahkan informasi baru. Informasi mengenai ngemprut. Yaitu aktivitas laki dan perempuan yang sangatlah tidak masuk akal kalau diterima pertama kali, yaitu saling mengadukan kelamin sehingga menyatu.
Itu sebabnya, kata Harun, bahasa Indonesia untuk ngemprut adalah bersetubuh. Menjadi satu tubuh. Yang laki masukkin tititnya ke tempik perempuannya. Terus rasanya enak.“Mang kamu pernah, Run?”“Belum.
Tapi aku pernah ngintip Bapak dan Ibu ngemprut.
Ibu kelihatannya kayak makan rujak, mulutnya mendesah-desah, Bapak kayak abis lari di lapangan, nafasnya memburu sambil menggeram kayak anjing gitu. Tapi Bapak berkali-kali bilang, ‘ tempikmu legit bener, Jeng!’ terus juga bilang ‘wuenak, Jeng’”“Ibu kamu ga ngomong?”“Iya dia bilang juga enak. ‘enak, pak. Enak, pak. Terus, pak.”Jun membayangkan kedua orang itu telanjang dan ngemprut di kamar. Diingatnya Ibu si Harun itu lumayan cantik, walau tak secantik dan seputih Ibunya, namun Ibu si Harun ini lebih kurus, dan kuning langsat.“Ibu kamu teteknya besar, Run?”“Gede, Jun. kayak buah lontar. Pentilnya kayak tutup spidol gedenya.”“wah, enak tuh kalo diisepin.”“Hush! Itu Ibuku! Sana isep susu Ibumu sendiri! Ibumu kan susunya keliatan lebih gede.”Setelah itu Jun dan Harun membahas persoalan ngemprut dengan Ibu masing-masing, lalu Harun mengajarkan Jun untuk mengkhayal sambil mengocok kontol sendiri.“Ini namanya ngeloco, Jun. enak banget.
Telapak kita ini kalau kita genggam di titit maka udah kayak dijepit lubang tempik perempuan.”Maka keduanya ngeloco sambil masing-masing membayangkan Ibu mereka. Akhirnya mereka ejakulasi di kamar Harun. >>Bersambung>>
***
***
0 komentar:
Posting Komentar